Kayaknya
kamu sering dengerin deh lagunya Ratu yang berjudul Teman Tapi Mesra. Seperti
ini sebagian liriknya: “Cukuplah saja berteman denganku/ janganlah kau meminta
lebih/ ku tak mungkin mencintaimu/ kita berteman saja/ teman tapi mesra…”
Ehm,
punya teman tuh emang asyik. Selain ada orang yang bisa diajak ngobrol dan
saling membantu di kala saling membutuhkan, teman juga bisa menjadi tempat
muara emosi kita. Ngobrol biasa mungkin sering. Tapi ngobrol yang lebih dalam,
rasanya agak jarang dilakukan dengan seseorang yang sekadar teman biasa. Kita
agak canggung. Itu sebabnya, kehadiran seorang sahabat karib yang bisa menjadi
tempat muara emosi kita, sangat diharapkan.
Teman
sejenis pun, cowok dengan cowok maupun cewek dengan cewek, sebenarnya bisa juga
sangat akrab. Itu kalo di antara kita udah terjalin sikap saling percaya,
saling memahami, dan saling menghargai. Mungkin bisa saja yang seperti ini
dibilang mesra. Karena dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia arti kata mesra
adalah lekat dan sangat erat.
Sobat muda muslim, cuma
masalahnya, gimana kalo teman tapi mesra itu adalah antar lawan jenis. Wow, ini
dia yang kudu jadi perhatian dan bikin kita jaga-jaga biar nggak kebablasan.
Gimana pun juga, hubungan pria dan wanita pasti nimbulin perasaan-perasaan yang
‘lain’. Perasaan suka, sayang, cinta, termasuk cemburu kalo sang teman tapi
mesra itu deket ama yang lain. Karena apa? Karena masing-masing merasa ingin
memiliki lebih dari sekadar teman. Tul nggak? Seperti syair di awal lagu dari
duo Ratu ini: “Aku punya teman/ teman sepermainan/ kemana pun dia pergi selalu
ada aku/ dia manis dan juga baik hati/ tapi aku bingung ketika dia bilang
cinta…”
Inilah
unik dan menariknya hubungan antar manusia. Dan harus diakui bahwa manusia tuh
makhluk sosial, sehingga ia merasa kesepian kalo nggak ada teman. Padahal
manusia bukan hanya terdiri dari sejenis. Itu sebabnya, dalam beberapa kondisi,
komunikasi dengan lawan jenis untuk berbagai keperluan dalam melakukan kegiatan
sehari-hari nyaris nggak bisa dihindari. Mungkin kita biasa bergaul dalam
komunitas sejenis, tapi dalam beberapa kondisi kadang kita harus merambah ke
luar komunitas kita, maka kita akan berhubungan dengan banyak pihak, termasuk
dalam hal ini dengan lawan jenis.
Sebagai
teman akrab atau sebagai sahabat, berteman dengan lawan jenis besar kemungkinan
akan menjadi ajang curhat dan saling berbagi cerita mesra. Apalagi teman tapi
mesra ini sangat mungkin hubungannya akan ditingkatkan menjadi ‘kekasih’. Bila
itu yang terjadi, maka ketika kita curhat dengannya, kita jadi nggak ngerasa
sedang ngobrol dengan teman biasa. Tapi dengan seorang kekasih hati, meski baru
anggapan sepihak saja dari kita.
Dengan
kenyataan seperti ini, cerita dan curhat kita akan semakin terasa bermakna.
Pandangan dan pendapatnya yang disampaikan kepada kita sering membuat kita
bertenaga. Hidup rasanya dapat tambahan darah segar. Nafas baru dan semangat
menggelora. Rasa-rasanya dunia adalah milik kita, yang sedang dimabuk cinta dan
dibakar api asmara (meski baru kita sendiri yang merasakannya alias geer—entah
dirinya. Mungkin malah sebel). Kita jadi ngedadak ‘lupa diri’, dan kita
menjadikan orang yang kita cintai sebagai dewi or pangeran pujaan hati. Kita
bersedia berkorban dan menjadi bagian dari hidupnya. Sehari saja tak jumpa dan
komunikasi, rasanya hati kita jadi dingin dan beku. Tapi, ketika rindu itu
terpuaskan, dinding es yang kokoh menyelimuti hati kita pun perlahan mencair
(suit..suit.. swiiw!)
Dari
temen jadi demen
Pernah
nonton sinetron “Dari Temen Jadi Demen” di sebuah stasiun televisi swasta? Yup,
sinetron ini bercerita tentang kisah-kasih sepasang anak manusia. Benar kata
pepatah jawa: “Witing tresno jalaran soko kulino”, bahasa nasionalnya:
“Munculnya cinta, karena seringnya bertemu”. Hati-hati buat kamu yang sering ketemu
dengan lawan jenisnya. Kalo berteman kan sering bertemu lho. Dan, bisa-bisa
‘pepatah’ ini ada benarnya. Singkat kata, kamu jadi demen sama temen kamu.
Huhuy!
Sobat muda muslim,
gambaran di sinetron yang dibintangi oleh Jonathan Frizzi dan Wulan Guritno ini
bisa jadi muncul dalam kisah nyata. Ya, kisah-kasih di antara kita. Bahkan
sangat boleh jadi lho kalo cerita itu justru terinspirasi dari kejadian nyata. Tul nggak?
Saya
pernah punya kawan yang mengalami kejadian begini. Doi bilang bahwa berteman
itu memang mengasyikan, apalagi dengan lawan jenis. Untuk ukuran sesama jenis
aja, berteman efektif untuk menumbuhkan kebersamaan, memupuk kasih sayang,
bahkan kita saling mencintai. Tengok aja orang yang udah lengket sohiban. Kamu
pastinya ngiri deh ngelihat di sekolahmu ada dua orang teman yang lengket bak
perangko. Kemana-mana nyaris bareng. Mirip kisah Ujang dan Aceng yang pernah
muncul di televisi dulu. Sohiban Ujang dan Aceng ini kebawa sampe mereka
dewasa. Bener lho. Asyik banget kan punya teman yang seide dan seperasaan. Itu
sebabnya, banyak orang yang kepengen banget punya teman sehidup-semati. Bahkan,
teman ibarat cermin buat kita.
Eh,
tapi berteman pun bisa berpotensi bikin kita berabe. Kok bisa sih? Iya, kalo
berteman sejenis dengan akrab, ati-ati aja jangan sampe kecemplung jadi
homoseks. Terus kalo kita berteman dengan lawan jenis, juga kudu taat syariat
Islam. Waspada ya.
Nah,
khusus ketika berteman dengan lawan jenis, karena selain menumbuhkan rasa
kebersamaan, juga efektif memunculkan rasa simpati, selanjutnya empati,
berikutnya mulai tumbuh benih-benih cinta di hati. Akhirnya, jatuh hati. Huhuy!
Itu namanya bukan lagi temenan, tapi malah demenan. Malah pas lagi sakit pun
kita bisa lupa diri kalo ada kekasih di samping kita. Jadinya, kata Wong Cerbon
(orang Cirebon) DBD deh, Demam Bari Demenan (baca: demam sambil pacaran)
Sobat muda muslim,
seperti kata pepatah lama, “Banyak jalan menuju Roma”, maka sekarang kita
‘plesetkan’ jadi “banyak jalan menuju cinta”. Berteman, salah satu jalannya.
Yup, karena cinta itu ibarat jelangkung; datang nggak dijemput, pulang nggak
dianter. Diusir pun susyeh! (backsound: ehm.. bener nih?)
Jaga jarak aman
Berteman, bisa juga lho
jadi jembatan menuju cinta. Jangan
heran, sebab frekuensi bertemu dan berhubungan jadi sering banget. Sekadar
basa-basi ngobrolin pelajaran sekolah, sampe janjian untuk nomat alias nonton
hemat di bioskop. Kalo udah gitu, jadi bias deh definisi teman kalo dengan
lawan jenis. Berteman apa pacaran? Berteman apa demenan? Nah lho.
Sobat
muda muslim, memang nggak kerasa sih kalo kita udah merasa deket banget dengan
teman lawan jenis kita. Tahu-tahu… eh, lengket bak perangko. Pokoknya, kalo
kita udah biasa main bareng, makan bareng, dan ke sekolah pun bareng dengan
teman lawan jenis, itu artinya alarm tanda bahaya udah berbunyi. Beware! Kamu
bisa berabe.
Why?
Yup, karena sangat boleh jadi kondisi ini bikin kamu ketagihan untuk terus
berduaan dan konek terus dengan si doi. Nggak heran kan kalo kamu akhirnya bisa
tidur bareng dengan lawan jenis kamu. Upss.. Amit-amit, jangan sampe deh!
Mungkin,
di antara kamu juga ada yang interupsi van protes kalo temenen nggak identik
dengan pacaran, dan tentunya nggak gitu-gitu amat sampe kudu tidur bareng.
Oke, kalo kamu punya
argumentasi begitu. Tapi, apa ada yang ngejamin kalo udah berduaan bakalan aman
dari perbuatan ini dan itu yang lebih ‘syerem’? Apa kamu dan temanmu berani
jamin bisa tahan godaan kalo udah berduaan begitu? Jangan-jangan, susyeh tuh
ngebedain mana sayang, suka, simpati, empati dengan nafsu liar. Lagian, banyak
juga kok faktanya yang ‘begituan’ justru karena udah saling mengenal. Hati-hati
menggunakannya, eh, melakukannya. Gejlig!
Yup, seperti pernyataan
dalam Hukum Coloumb yang membahas gaya elektrostatis (tarik menarik), hubungan
cowok-cewek berpotensi untuk saling tertarik satu sama lain yang dibumbui
perasaan cinta. Soalnya cowok ama cewek berbeda ‘muatan’, pasti saling
tertarik. Karena bunyi Hukum Coloumb sendiri bahwa gaya tarik menarik antara
dua buah benda (F) yang berlainan muatan (q1 dan q2) sebanding dengan konstanta
(k) dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak keduanya (r). Semakin besar
muatan kedua benda serta semakin pendek jaraknya, semakin besar pula gaya tarik
menarik yang ditimbulkannya. Nah lho, kudu ekstra ati-ati deh.
Ketertarikan pria
terhadap wanita atau sebaliknya dipengaruhi oleh “muatannya” (q), yaitu
akumulasi dari faktor pendorong (q1) dan penarik (q2). Faktor pendorong berasal
dari diri sendiri seperti rasa kagum, rasa suka, kesengsem, keblinger, kesepian,
atau mungkin nafsu yang mengebu-gebu. Sedangkan faktor penarik berasal dari
lawan jenis seperti rupa, harta, sikap, keturunan, kecerdasan dan sebagainya.
Jika kedua faktor tesebut nilainya sama-sama besar, maka sudah pasti saling
ketertarikan antara pria dan wanita akan bertambah besar pula.
Dalam
kondisi sadar dan berada di bawah naungan rambu-rambu agama, hubungan-hubungan
ini dapat melahirkan pertautan dua hati yang mengarah ke pernikahan. Ini tentu
akan lebih utama lagi bila faktor pendorong semata-mata karena lillahi ta’ala
dan faktor penarik berupa akhlak yang mulia atau ketaatan beribadah. Namun
celakanya, dan tampaknya ini yang semakin merajalela, bahwa di luar kendali
fenomena tarik-menarik antara pria dan wanita ini bisa pula mendorong timbulnya
perzinahan seperti terjadinya penyelewengan, perselingkuhan, perkosaan,
pelacuran, pelecehan seksual, dan bahkan seks bebas. (O. Solihin, Asmara
Aktivis Dakwah, hlm. 29-32, mengutip penjelasan di www.isnet.org)
Jadi teman biasa aja
Berteman itu mubah alias
boleh-boleh saja. Toh memang itu
adalah bagian dari dinamika kehidupan kita sehari-hari. Kita akan bertemu dan
berhubngan dengan lawan jenis. Di sekitar rumah, di sekolah, di tempat
pengajian, di tempat kuliah, juga di tempat kerja. Semua akan kita temui. Hanya
saja, kita kudu membedakan jenis dari masing-masing hubungan tersebut.
Kalo
kamu gabung dengan organisasi remaja masjid, itu artinya kamu berteman dengan
semua kalangan; laki-perempuan di organisasi itu. Tentunya, itu adalah teman
kamu dalam pengajian. Di tempat kuliah or sekolah dan di kantor juga silakan
berteman dengan lawan jenis. Asal… jaga jarak aman, dan tentunya nggak
‘spesial’. Cukup teman biasa. Kita berhubungan dan bergaul sebatas keperluan di
masing-masing kondisi tersebut.
Sangat
ditekankan untuk tidak saling curhat masalah pribadi. Berbahaya euy! Memang,
cinta akan tumbuh saat masing-masing dari pelakunya membuka diri (apalagi kalo
sampe membuka aurat—itu sih cinta berbalut nafsu liar). Jangan ada hubungan
spesial kalo kamu nggak berniat untuk menikah. Meski tujuannya untuk menikah
sekalipun, tetep aja ada aturan mainnya. Nggak liar. Apalagi sekadar berteman.
Nah,
karena Allah Ta’ala tahu betul dengan karakter manusia (jelas dong, karena
Allah adalah al-Khalik), maka ada aturan mainnya tuh hubungan di antara kedua
makhluk ini. Allah Swt. telah mengajarkan kepada kita melalui firmanNya (yang
artinya): “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka
menutupkan kain kerudung ke dadanya, (QS an-Nûr [24]: 31)
Dalam
ayat lain Allah Swt. Berfirman (yang artinya): “Katakanlah kepada orang
laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara
kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. (QS an-Nûr [24]: 30)
Sumber : Buletin cendikia
0 komentar:
Posting Komentar